MATA PELAJARAN :
SIROH NABAWIYAH
KELAS XI PPM. MBS
PLERET
PENGAMPU : IIN SHOLIHIN
TARIKH - secara bahasa berarti
ketentuan waktu. Secara pengertian tarikh istilah adalah ilmu yang menggali
peristiwa-peristiwa masa lampau agar tidak dilupakan. Ilmu tarikh sepadan
dengan pengertian ilmu sejarah pada umumnya. Awalnya, tarikh bermakna penetapan
bulan kemudian meluas menjadi kalender dalam pengertian umum. Dalam
perkembangan selanjutnya, tarikh bermakna pencatatan peristiwa. Semakin maju,
ilmu tarikh menjadi lebih luas dan beragam sesuai dengan perkembangan teknologi
pencatatan itu sendiri.
QISHAH - berarti bekasan atau
mengikuti bekasan (jejak).Lafadz qashash adalah mashdar yang berarti mencari
bekasan atau jejak. Qashah bermakna: urusan, berita, khabar dan keadaan. Qashah
atau kisah juga berarti berita-berita yang berurutan. Qashah al-Qur’an ialah khabar-khabar
dari al-Qur’an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa
dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan
negeri-negeri serta menerangkan bekasan-bekasan dari kaum-kaum purba itu (T.M.
Hasbi Ash-Shiddieqy, 1993: 187). Imam ar-Raghib al-Ashfahani mengatakan dalam
kitab Mufradat-nya (al-Muradât fi Ghârib al-Qur’an) tentang kata ini (qishash),
“al-Qashah berarti mengikuti jejak”.Dikatakan, qashashtu atsaruhu “saya
mengikuti jejaknya”.
HIKAYAT - berasal dari bahasa Arab hikayah yang berarti
kisah, cerita, atau dongeng. Dalam sastra Melayu lama, hikayat diartikan
sebagai cerita rekaan berbentuk prosa panjang berbahasa Melayu, yang
menceritakan tentang kehebatan dan kepahlawanan orang ternama dengan segala
kesaktian, keanehan, dan karomah yang mereka miliki. Orang ternama tersebut
biasanya raja, puteraputeri raja, orang-orang suci, dan sebagainya. Hikayat
termasuk karya yang cukup populer di masyarakat Melayu dengan jumlah cerita
yang cukup banyak.
SIROH - Secara bahasa kata Sirah
berasal dari kata sara yasiru sayra, tas-yara, masara dan sara as sunnata
atau sara as sirah; salakaha wa ittaba’ah (yakni menempuh dan
mengikutinya). Ibnu Mandzur dalam kitab Lisanul Arab menyatakan arti as-sirah
menurut bahasa adalah kebiasaan, jalan, cara, dan tingkah laku. Menurut istilah
umum, artinya adalah perincian hidup seseorang atau sejarah hidup
seseorang.
“Sirah Nabawiyah”, secara istilah syar’i maksud dari as-sirah
an-nabawiyah adalah Ilmu yang kompeten yang mengumpulkan apa yang diterima dari
fakta-fakta sejarah kehidupan Rasulullah S.A.W. secara komprehensif dari
sifat-sifatnya, etika dan moral. Sirah Nabawiyah berisi perincian kisah hidup
Nabi SAW, yakni asal-muasal, suku dan nasab, dan keadaan masyarakatnya, sebelum
beliau dilahirkan. Kemudian berlanjut kepada kelahiran beliau, masa kecil,
remaja, dewasa, pernikahan, diangkat menjadi nabi, serta perjuangan-perjuangan
beliau dalam menegakkan Islam hingga beliau wafat. Alquran banyak menerangkan
kisah-kisah yang bertujuan untuk dijadikan teladan bagi manusia. Selain itu,
ada perintah untuk memperhatikan tarikh sebagai pelajaran. Seperti, dalam surah
Ar-Ruum ayat 9 :
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً
وَأَثَارُوا الْأَرْضَ وَعَمَرُوهَا أَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَاءَتْهُمْ
رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ ۖ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ
كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan
perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh
orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka
(sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak
dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka
rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah
sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang
berlaku zalim kepada diri sendiri.
______________________________________________________________________
BAB 1
BERDIRINYA DAULAH BANI UMAYYAH
Dinasti Umayyah didirikan
oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul
Manaf bin Qusay bin Kilab. Ia berasal dari salah satu pemimpin suku Quraisy.
Muawiyah dinilai memiliki cukup persyaratan untuk menjadi pemimpin, beliau
berasal dari keluarga bangsawan kaya dan dihormati oleh masyarakatnya. Pada
awal perkembangan Islam, sebagian besar anggota keluarga Dinasti Bani Umayyah
menentang dakwah Nabi Muhammad saw. Namun ketika beliau dan umat Islam berhasil
menduduki kota Mekah pada tahun 8 H/630 M, keluarga Bani Umayyah menyerah dan
menyatakan bersedia masuk Islam. Sedangkan Muawiyah sendiri telah masuk Islam
sebelum peristiwa Fathu Makkah.
Pada masa Rasulullah,
Muawiyah turut serta dalam Perang Hunain. Ia merupakan salah satu penulis
wahyu. Karir politik Muawiyah terus berlanjut pada masa pemerintahan Khalifah
Abu Bakar as-Siddiq. Ia mendampingi saudaranya Yazid bin Abu Sufyan ke Syam dan
berhasil menaklukkan negeri tersebut ke kekuasaan Islam. Ketika Yazid wafat,
Abu Bakar mempercayakan kepada Muawiyah menjadi gubernur untuk wilayah Syam,
menggantikan Yazid. Keputusan Abu Bakar didukung oleh sahabat Umar dan Usman.
Pada masa pemerintahan Umar, Muawiyah masih dipercaya sebagai gubernur wilayah
Syam.
Pada masa pemerintahan
Khalifah Usman ibn Affan (23-35 H/644-656 M), Muawiyah diangkat kembali menjadi
gubernur Wilayah Syam dengan ibu kota Damaskus. Ia menguasai wilayah Syam sekitar
dua puluh tahun. Hampir seluruh penduduk Syam sangat setia kepada Muawiyah.
Ketika Usman ibn Affan meninggal karena terbunuh pada saat membaca Al-Qur'an,
Muawiyah menuntut Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang waktu itu diangat sebagai
khalifah menggantikan Usman, untuk mengusut tuntas siapa saja yang terlibat
dalam kasus pembunuhan terhadap Khalifah Usman bin Affan.
Atas dasar tuntutan
tersebut, Muawiyah tidak mau mengakui Ali ibn Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
sebagai khalifah sampai Ali bisa menemukan dan menghukum pembunuh Khalifah
Usman. Ali menganggap Muawiyah sebagai pemberontak karena tidak mau mengakui
kekhalifahannya, dan atas dasar itulah Ali memerangi Muawiyah, kemudian terjadi
perang antara tentara Ali dan Muawiyah, peperangan tersebut disebut sebagai
Perang Siffin. Pada peristiwa Siffin pasukan Ali hampir mendapatkan kemenangan,
namun tiba-tiba dari pihak Muawiyah mengangkat Al-Qur'an dengan tombak sebagai
tanda berdamai. Ide untuk mengangkat Al-Qur'an sebagai tanda berdamai merupakan
siasat dari pengikut setia Muawiyah yaitu Amr ibn Ash, seorang politisi, dan
diplomat ulung. Ali sendiri pada mulanya ragu akan niat baik damai dari pihak
Muawiyah yang hampir mengalami kekalahan. Pasukan Ali terbelah menjadi dua,
satu pihak setuju damai dan di lain pihak menolak. Namun pada akhirnya Ali
menerima tawaran damai dengan cara tahkim (arbitrase).
Dalam peristiwa tahkim,
kedua belah pihak setuju mengutus utusan. Pihak Muawiyah diwakili oleh Amr ibn
Ash dan dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy'ari. Pada waktu tahkim
masing-masing pihak menyepakati untuk menurunkan jabatan Ali dan Muawiyah. Amr
ibn Ash mempersilahkan Abu Musa sebagai orang yang lebih tua berpidato mewakili
Ali. Setelah selesai berpidato yang salah satu isinya menurunkan Ali sebagai
khalifah, maka giliran Amr ibn Ash berbicara mewakili Muawiyah. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Amr ibn Ash untuk mengumumkan kepemimpinan Muawiyah, karena
Abu Musa telah menurunkan Ali sebagai khalifah. Dengan siasat ini, peristiwa
tahkim lebih menguntungkan pihak Muawiyah dan menimbulkan kekecewaan bagi pihak
Ali, sehingga banyak tentara Ali yang keluar dari barisan yang dikenal dengan
kelompok Khawarij. Kaum Khawarij menganggap bahwa yang terlibat dalam peristiwa
tahkim telah melakukan dosa besar sehinga semuanya harus bertobat atau dibunuh.
Kelompok Khawarij berencana membunuh Ali, Muawiyah, dan Amr. Namun, hanya
kelompok yang diketuai Abdurrahman bin Muljam yang berhasil membunuh Ali.
Sedangkan Muawiyah dan Amr tidak berhasil dibunuh oleh kelompok Khawarij,
karena kedua tokoh tersebut dikawal dengan pengawalan ekstra ketat, meniru gaya
pengawalan kerajaan Romawi.
Kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah dimulai pada masa berkuasanya Muawiyah bin Abu Sufyan, tepatnya setelah
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali wafat, orang-orang Madinah membaiat
Hasan bin Ali, namun Hasan cenderung mengalah dan menyerahkan jabatan
kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Hal ini dilakukan Hasan dengan
tujuan menghindari perang berkepanjangan dan timbulnya banyak fitnah di
internal kaum Muslimin, mulai dari terbunuhnya Usman bin Affan, pertempuran
Shiffin, Perang Jamal dan pengkhianatan orang-orang Khawarij dan Syi‘ah. Hasan
setuju menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah dengan syaratsyarat
sebagai berikut:
Muawiyah tidak menaruh
dendam terhadap penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak;
Muawiyah harus membayar utang-utangnya
(kepada Hasan dan Husain dengan sejumlah uang dari pajak);
Setelah Muawiyah, pemilihan
atau pengangkatan khalifah harus diserahkan kembali kepadanya dan musyawarah
kaum muslimin (Jalaluddin as-Suyuthi: 239). Tentang jumlah jaminan Muawiyah
kepada Hasan dan Husain disebutkan sejarawan Philip K. Hitti, mengutip dari
sejarawan klasik ad-Dinawari, at-Thabari, dan al-Ya‘qubi, bahwa Muawiyah akan
memberi subsidi dan pensiun seumur hidup sebesar 5.000.000 dirham dari
perbendaharaan Kufah (Philip K. Hitti, 2005: 236).
Perjanjian tersebut terjadi
pada tahun 41/661, tahun tersebut disebut juga Am al-Jamaah (tahun persatuan)
karena kaum Muslimin bersatu dalam satu kepemimpinan. Segera setelah menjadi
pemimpin, Muawiyah mengambil alih daerah Mesir dari seorang gubernur yang
diangkat Khalifah Ali, kemudian jabatan tersebut diberikan kepada diplomat
ulung dan pendukung setia Muawiyah, Amr ibn Ash. Dengan perjanjian ini, maka
telah berdiri awal pemerintahan Muawiyah dan sekaligus merupakan akhir periode
khulafaurrasyidin. Periode Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa kurang lebih 91
tahun dari 41 H/661 M sampai 132 H/750 M. Pada masa kekuasaan Muawiyah,
pemerintahan yang sebelumnya bersifat demokratis berubah menjadi
Monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun). Pemilihan khalifah tidak lagi
berdasarkan musyawarah pemilihan dan suara terbanyak. Muawiyah bermaksud
mencontoh sistem monarchi kekaisaran Persia dan Bizantium. Ia mengangkat
anaknya bernama Yazid bin Muawiyah (60-64/681-684) sebagai penggantinya.
FASE-FASE PEMERINTAHAN
DINASTI BANI UMAYYAH
Dinasti Bani Umayyah dengan
ibu kotanya di Damaskus berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14
khalifah, mereka adalah:
1. Muawiyah bin Abu
Sufyan (40-60/660-680)
2. Yazid bin Muawiyah
(60-64/680-684)
3. Muawiyah II
(63-64/683-684)
4. Marwan bin al-Hakam
(64-65/684-685)
5. Abdul Malik bin
Marwan (65-86/685-705)
6. Al-Walid bin Abdul
Malik (86-96/705-715)
7. Sulaiman bin Abdul
Malik (96-99/715-717)
8. Umar bin Abdul Aziz
(99-101/717-719)
9. Yazid bin Abdul
Malik (101-105/720-7 24)
10. Hisyam bin Abdul
Malik (105-125/724-743)
11. Al-Walid bin Yazid
bin Abdul Malik (125-126/743-743)
12. Yazid bin Walid bin
Abdul Malik (126/743-126/743)
13. Ibrahim bin al-Walid
(127/744-127/744)
14. Marwan bin al-Hakam
(127-132/744-750).
Setelah Muawiyah resmi
memimpin Dinasti Bani Umayyah, ia memindahkan ibu kota ke Damaskus. Pemindahan
ibu kota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan
menggesernya dari pusat Arabia, yaitu Madinah yang mulanya merupakan pusat agama
dan politik pada masa khulafaurrasyidin kepada sebuah kota kosmopolitan
Damaskus. Dari kota inilah Dinasti Bani Umayyah memerintah umat Islam,
memperluas wilayah kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang
kuat. Perubahan sistem pemerintahan dari khilafah ke kerajaan, setidaknya ada
pengaruh dari kekaisaran Romawi.
Telah disebutkan bahwa
Dinasti Bani Umayyah dipimpin oleh 14 khalifah, dan dari ke 14 pemimpin
tersebut, hanya beberapa saja yang dianggap mempunyai reputasi terhadap
perkembangan Dinasti Bani Umayyah. Mereka antara lain adalah Muawiyah bin Abu
Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz,
dan Hisyam, selebihnya adalah para khalifah yang dianggap tidak banyak memberi
kontribusi terhadap dinasti ini. bahkan menjadi penyebab bagi kehancuran
dinasti.
Sejarah Dinasti Bani Umayyah
dibagi menjadi tiga periode;
·
Periode perintisan dan permulaan,
·
Periode pengembangan dan kejayaan,
·
Periode kemunduran dan kejatuhan.
Periode pertama dilakukan
pemimpin pertama Dinasti Bani Umayyah yaitu Muawiyah dengan konsolidasi
internal dan menyingkirkan lawan-lawan politik. Muawiyah mengerti karakter
suku-suku Arab, karena itu dia memberi otonomi kepada para angota suku, dan
hanya masalah yang dia anggap krusial saja diambil pemerintah pusat.
>>>>>>>>
BERSAMBUNG
><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
TUGAS : UJI KOMPETENSI
Adapun yang menjadi tugas
untuk para siswa/ santri adalah sebagai berikut
: Jawablah dengan singkat dan
jelas beberapa pertanyaan berikut ini
…..
1)
Apa pebedaan antara : siroh, tarikh, qishoh, dan
hikayat ? coba jelaskan singkat…!
2)
Apa pebedaan antara : qishoh, dan hikayat ? coba
jelaskan singkat…!
3)
Bagamanakah sejarah Berdirinya Daulah Umayyah 1 ?
4)
Apa yang kamu tau tentang Perang Siffin dan
Perang Jamal ?
5)
Seperti apakah Sistem Pemerintahan Islam Pada
Masa Bani Umayyah 1 ?
6)
Seperi apakah gambaran Masa Kejayaan Daulah
Umayyah 1 ?
7)
Bagaimanakah Kondisi Keagamaan pada Masa Bani
Umayyah 1 ?
TERIMAKASIH,
USTADZ TUNGGU JAWABANMU. INGAT JAWABAN DARI TUGAS
INI SEBAGAI BUKTI ABSENSI KEHADIRAN DAN KEAKTIFANMU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar