ANAK LARI DI MASJID
ATAUKAH
ANAK LARI DARI MASJID...???
(Sebuah renungan untuk kita semua para pemakmur Masjid)
Sudah Menjadi keinginan setiap Muslim baik muda maupun orangtua, bahwa anak atau putra-putrinya kelak akan menjadi pribadi yang baik, pribadi yang dapat taat kepada Alloh dan Rosul-Nya, berbakti kepada kedua orangtua, dapat menjunjung harkat martabat orangtua dan keluarga, juga berguna bagi Agama, Nusa, dan Bangsanya. Harapan dan cita -cita ini tentu akan ter-realisasi bilamana si anak yang "digadhang-gadhang" tersebut mendapatkan asupan nilai gizi pendidikan yang baik, benar, lurus, dan mantab dari kedua orangtuanya. SETUJUKAH ANDA...???
Nah... Selanjutnya, dimana orangtua dapat memberikan asupan gizi pendidikan yang baik untuk bekalnya kelak? tentu ada yang akan menjawab :
1. Dari Sekolah
2. Dari Kuliah / Kampus
3. Dari Pondok Pesantren
4. Dari Taman Pendidikan Al-Quran
5. Dan lain-lain
Memang semua benar, namun yang lebih tepat dan merupakan jawaban yang cukup sederhana yakni : Si Anak akan mendapatkan asupan nilai gizi pendidikan yang lingkup yang terkecil yakni dari keluarganya.
Bila Pendidikan di lingkup keluarga sudah baik, InsyaAlloh akhlaq dari si Anak otomatis akan menjadi baik. Darimana teori ini...? jawabannya ada di surah At-Tahrim ayat ke-6 sbb,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
“Wahai orang-orang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka”
Dalam ayat ini setidaknya tersirat lima perintah untuk kita :
# Bekali Keluarga dengan Ilmu
# Didik Mereka Menjadi Pribadi Yang Beradab
# Ajak Keluarga Melakukan Ketaatan
# Larang Keluargamu Melakukan Maksiat
# Bimbing Keluarga Untuk Selalu Ingat Kepada Allah dan Berdzikir Kepada-Nya
Tentu dalam "menggembleng" mendidik atau membimbing anak tidak monoton terus dengan teori maupun nasihat, adakalanya (bahkan ada yang mengharuskan) perlu adanya praktik dan keteladanan. Dan MASJID adalah salah satu sarana/ media praktik dan keteladanan yang efektif srta efisien untuk Si Anak. Masjid adalah '"Ruang Display" syariat risalah Islam, di masjid akan ada berbagai aktifitas agama Islam. Sebagai contoh adalah adanya aktivitas wudhu, sholat, tadarrus Qur'an, infaq / shodaqoh, adzan -iqomah, mu'asyaroh maupun muammalah yang baik di dalam atau lingkungan masjid, dzikir, dan keteladanan yang lain.
Di masjid/ musholla tersebut, si Anak selain mendapat teori ptaktik langsung dari orangtuanya, ia juga akan mendapatkan teori praktik dari orang lain yang beraktivitas didalam masjid/ mushola tersebut. katakanlah ini adalah bagian dari eksplorasi dan observasi Si anak terhadap apa yang ia telah terima dari orangtuanya. si Anak akan croscek (ceck and receck) apakah benar apayang telah diajarkan oleh orangtuanya? sebagai sarana perbandingan dan penyamaan gelombang ilmu. Pada akhirnya nanti Sia Anak akan berkesimpulan :
Ternyata yang diajarkan Ayah/Ibu/ kakak/Nenek/Kakek itu... benar dan benar-benar (nyata) ada serta harus dilakukan, terbuktui bahwa orang lainpun juga mnelakukan hal yang sama di masjid/ mushola yang telah ia lihat, ia dengar, dan ia saksikan dengan "mata-kepala" sendiri.
Dari sinilah, SEYOGYANYA setiap Muslmi/ orangtua senantiasa memberikan ruang praktik, ruang eksplorasi, maupun ruang observasi SERTA keteladanan kepada putra-putrinya ketika memberikan bimbingan dalam rangka usaha membekali dan membentuk karakter kuat kepada Si Anak. Ajaklah anak sesekali atau beberapakali ke tempat ibadah Masjid maupun Musholla yang ada di lingkungan kita dengan "berkala istiqomah" . Hal inipun sempat dan pernah, bahkan (ada yang meriwayatkan) beberapakali dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Begitu telaten dan sabarnya Nabi dalam mendidik dan membekali keluarganya, salah satunya dengan mengajak cucu beliau ke Masjid. Kalaupun cucu Nabi berbuat sesuatu (main) di dalam masjid, itu adalah HAL yang LUMRAH sebagai fithroh anak-anak. Nabipun sabar dan memakluminya.
BAGI SAYA PRIBADI..., AKAN LEBIH BAIK BILA ANAK - ANAK LARI-LARI (MAIN) DI MASJID, DARIPADA ANAK - ANAK LARI (PERGI/ MENGHINDAR) DARI MASJID.
Bila anak lari -lari di masjid, tentu masih di dalam ruang atau lingkup wilayah masjid/ musholla. Melihat yang demikian itu, kita sebagai seniornya tentu tidak akan diam saja, setelah sholat atau saat akan sholat tentu nanti kita akan nasihati agar berhenti dan tidak menulangi lagi, Si Anak diberi pengertian bahwa masjid adalah tempat ibadah dsb. Lalu kita arahkan untuk berkelakuan baik, tenang, atau dibimbing untuk memulai ibaadah-ibadah ringan dulu.Secara Psikis nasihat yang didengar seseorang ketika masih di dalam lingkup wilayah nasihat tsb (ditempat yang sama dengan gelombang yang sama), tentu akan lebih berkesan (mengena) dan berbekas di lubuk hatinya, lalu cenderung patuh dan membenarkan,
Namun....
Bila anak sudah lari dari masjid, maka si anak sudah jauh dari lingkup masjid, kita sebagai seniorpun akan sedikit susah kuwalahan untuk membimbing, memberi nasihat, dan mengarahkannya. karena Secara psikis si anak nanti anak akan banyak menolak nasihat kita, tidak membenarkan nasihat kita,
Kenapa ...? karena, anak sudah berada di tempat yang berbeda (beda gelombang). Contoh : Jika anak yang lari -lari di masjid tersebut diusir oleh seniornya dari masjid, lalu anak tersebut pergi dari masjid dan berpindah ke tempat main/ tempat nongkrong/ tempat jajan... tentu nasihat kita tentang anjuran bersikap baik/ tenang di dalam masjid sudah tidak digubris, Kenapa...??? karena mumkin ia takut akan gertakan pengusiran tadi, atau mumkin karena ia sedang sakit hati atas pengusiran dari masjid tadi, atau bisa saja mumkin karena si anak sudah benci dan gak mau lagi dengan masjid...??? na'uudzubillaah... semoga yang demikian tidak terjadi di lingkungan kita semua.
DAN TENTU AKAN LEBIH BAIK LAGI, BILA ANAK - ANAK BERIBADAH DI MASJID,
Bermakna : Anak - anak sudah tidak lari-lari di masjid maupun sudah tidak lari dari masjid/ musholla lagi. ia (si Anak) sudah mengerti/ paham/ patuh akan petuah dan nasihat yang bijak dari para seniornya. tentu semua ini terjadi dengan melalui sebuah proses....
NAMUN SAYANG SERIBU SAYANG.... Tidak sedikit dari beberapa pengurus masjid tidak sabar menghadapi anak-anak kecil yang lalu-lalang keberadaannya di masjid. Tidak sedikit diantara mereka justru mengusir mereka keluar masjid, atau menempatkan di shaf paling belakang agar tidak mengganggu jamaah yang lain. Padahal, nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam justru berinteraksi dengan anak-anak di masjid saat shalat. Perlakuan Rasulullah ini sangat berbeda jauh dengan kenyataan yang dilakukan oleh sebahagian oknum Muslim terhadap anak-anak yang suka bermain di masjid. Berikut beberapa kasus penanganan yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pada anak-anak di masjid.
عن شداد رضي الله عنه قال: خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم في إحدى صلاتي العشي الظهر أو العصر وهو حامل حسناً أو حسيناً، فتقدم النبي صلى الله عليه وسلم فوضعه عند قدمه ثم كبر للصلاة، فصلى، فسجد سجدة أطالها!! قال: فرفعت رأسي من بين الناس، فإذا الصبي على ظهر رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ساجد! فرجعت إلى سجودي، فلما قضى رسول الله صلى الله عليه وسلم الصلاة، قال الناس: يا رسول الله إنك سجدت سجدة أطلتها حتى ظننا أنه قد حدث أمر أو أنه يوحى إليك؟ قال: “كل ذلك لم يكن، ولكن ابني ارتحلني، فكرهت أن أعجله حتى يقضي حاجته” (رواه النسائي والحاكم وصححه ووافقه الذهبي)
Dari Sahabat Nabi yang bernama Syaddad ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah datang – ke masjid- mau shalat Isya atau Zuhur atau Asar sambil membawa -salah satu cucunya- Hasan atau Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami shalat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memulai shalat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai shalat, orang-orang sibuk bertanya, “wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu”. Rasulullah menjawab, “tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya.” (HR: Nasa’i dan Hakim).
Kedua,
وعن عبد الله بن بريدة عن أبيه رضي الله عنه قال: خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأقبل الحسن والحسين رضي الله عنهما عليهما قميصان أحمران يعثران ويقومان، فنزل فأخذهما فصعد بهما المنبر، ثم قال: “صدق الله، إنما أموالكم وأولادكم فتنة، رأيت هذين فلم أصبر”، ثم أخذ في الخطبة (رواه أبو داود).
Dari Abdullah Bin Buraidah meriwayatkan dari ayahandanya: Rasulullah sedang berkhutbah -di mimbar masjid- lalu -kedua cucunya- Hasan dan Husein datang -bermain-main ke masjid- dengan menggunakan kemeja kembar merah dan berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun- karena memang masih bayi-, lalu Rasulullah turun dari mimbar masjid dan mengambil kedua cucunya itu dan membawanya naik ke mimbar kembali, lalu Rasulullah berkata, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah, kalau sudah melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa sabar.” Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya. (HR: Abu Daud),
Ingsun Sholihin: 14/10/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar