Kamis, 25 Juli 2024

Akhlaqul Karimah

 

AKHLAQ SANG PEMIMPIN





Nasab Bukan Untuk di bangga banggakan...!!


SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO IX Dan Si Mbok Bakul Beras


Suatu saat Sri Sultan pagi-pagi pulang dari Kaliurang dengan mengendarai Mobil Jeepnya sendiri.

Sampai di sekitar Pakem, Sleman beliau di stop oleh perempuan tua, seorang Bakul Beras.

Sri Sultan pun segera memberhentikan mobilnya, seraya menyapa dengan ramah:

“Ada apa mbok..?”

“Tolong mas.., angkatkan beras ini saya mau ke Jogja”, ujar mbok bakul beras sok bersahabat.

Dengan senyum-senyum Sri Sultan turun dari mobilnya, dan mengangkat beras itu ke dalam mobilnya sendirian.


Tanpa dipersilahkan masuk si mbok bakul beras itu pun segera membuka pintu dan duduk di samping sopir, sebagaimana kebiasaan dia setiap hari dengan sopir-sopir yang lain.

Ceritera kesana kemari, sambil makan sirih si mbok disambut dengan ramah oleh Sri Sultan sepanjang perjalanan.

Tanpa terasa sampailah kendaraan yang disopiri seorang “Raja” ini di depan Pasar Beringharjo, Jogjakarta.


Si mbok pun bergegas menyuruh Sri Sultan menurunkan beras itu, dan dengan tetap menunjukkan sikap yang sopan Sri Sultan pun menurunkan beras itu dengan baik.


Kini tiba gilirannya si mbok bakul beras mencari uangnya yang dibundel di selendang atau ujung setagennya.


Ketika si mbok mengulurkan uang ongkos transportnya, sang Sopir istimewa tadi menolak dengan halus, "Terimakasih Mbok, tidak usah" dan mobil pun segera meluncur.

Apa yang terjadi dengan si mbok bakul beras..?

Ia justru malah ngomel-ngomel:

“Sopir ini bagaimana tow, lhawong dikasih ongkos kok ndak mau langsung bablas pergi, kalau kurang mbok yaow ngomong, apa saya dikira ndak punya uang pow?!!”

Ketika sedang sibuk ngomel, datanglah seorang Polisi yang sedang berjaga di pos, menghampiri si mbok bakul, seraya bertanya:

“Mbok ada apa,..? kok sepertinya mboke marah-marah..? Mbok ketemu beliau di mana?"

Si mbok tak menjawab keseluruhan pertanyaan pak Polisi, tetapi rada khawatir juga, dia menyatakan bahwa ia ngasih ongkos kok ditolak,

“Itu tadi lho pak, ...Si pak Sopir tadi kok malah nylonong saja, ...Saya itu mau bayar, tapi entah kurang bayarannya kok terus pergi begitu saja, saya kan malu,.. sama orang-orang yang jualan di sini,..!

Jawab pak Polisi: “Mbok., tadi yang si mbok tumpangi itu bukan Sopir,.. tetapi Sinuwun Sri Sultan Hamengkubuwono,.. lihat tadi mobilnya kan AB 1”


Spontan mbok bakul beras terperanjat, bagaikan disambar geledek.

Kekagetan yang luar biasa yang tak pernah dialami sepanjang hidupnya, kemudian ia berteriak histeris: “Aduuuh Gustiiiii, ...”

Selanjutnya badannya gontai dan terus jatuh pingsan.


Dia merasakan RAJA-nya yang selama ini;

~ sangat dihormati,..

~ sangat dicintai,..

~ senantiasa diagung-agungkan,..

~ kenapa disuruh ngangkat beras,..

~ tambahan.., kenapa beliau mau saja,..

~ kenapa beliau tidak marah,..

~ kenapa tidak membentaknya..


Ini yang menjadikan penyesalan mendalam sang mbok bakul beras sehingga pingsan...!!

Sesuatu yang perlu kita pertanyakan kepada diri kita adalah, jawab di komentar ya


▪️Apakah dengan berbuat seperti itu Sri Sultan turun derajadnya..?

▪️Apakah dengan berbuat seperti itu kecintaan rakyat Jogja terhadap Sri Sultan luntur..?

▪️Apakah perbuatan Sri Sultan membantu orang kecil.., miskin.., menjadi terhina..?

▪️Mutiara sekalipun dimasukkan ke dalam lumpur tetap bersinar cemerlang..!


Semoga bermanfaat.






Selasa, 23 Juli 2024

IBADAH HAJI

 



MERENGKUH DAN MENJAGA  IBADAH HAJI MABRUR 






▫️ Haji mabrur menjadi dambaan setiap umat Islam selepas menunaikan ibadah haji di Makkah. Haji yang mabrur berarti haji yang baik atau mendatangkan kebaikan kepada pemiliknya.

Menurut para ulama, haji mabrur ini adalah haji yang tidak dicampuri atau dinodai dengan dosa-dosa. Ini mengandung makna bahwa kebaikan haji akan diperoleh jemaah yang telah membentengi dirinya dari dosa-dosa besar maupun kecil.

Ibadah haji merupakan salah satu dari 3 amalan afdhal,  terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA.

سُئِلَ رَسُولُ الله : أَيُّ الْأَعْمَالَ أَفْضَلُ؟ قَالَ إِيْمَانَ باللهِ وَبِرَسُولِهِ، قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: جَهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ، قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌ مَبْرُورٌ

Artinya: "Rasulullah SAW pernah ditanya, 'Amal apa yang paling afdhal?' Beliau menjawab, 'Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.' Beliau ditanya lagi, 'Setelah itu amal apa?' Beliau menjawab, 'Jihad di jalan Allah.' Beliau ditanya lagi. 'Selanjutnya apa?' Beliau menjawab, 'Haji yang mabrur'." (HR Bukhari Muslim)


▫️Arti Haji Mabrur

Secara agama, haji adalah rukun Islam kelima yang dilakukan di Makkah dengan melaksanakan rukun-rukunnya dan dikerjakan hanya pada bulan Dzulhijjah.Enam rukun haji itu diantaranya adalah niat, ihram, tawaf, sai, wukuf di Arafah dan tahalul.

Kemudian, dalaM buku Catatan Ramadhan oleh Kholid A. Harras, disebutkan bahwa kata "mabrur" berasal dari kata "barra-yaburru-barran" atau "al-barra," yang berarti berbuat baik atau patuh. Kata "al-birrun" berarti kebaikan (ketaatan dan kesalehan) dan juga berarti maqbul atau diterima.

Sehingga terdapat dua pengertian haji mabrur. Pertama, haji mabrur adalah haji yang manasik atau pelaksanaannya sesuai dengan ajaran dan tuntunan dari Rasulullah SAW.

Kedua, haji mabrur berarti maqbul atau diterima. Artinya, ibadah haji yang dijalankan seseorang sesuai dengan tuntunan dan contoh Rasulullah SAW serta diterima oleh Allah sWT.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, Imam Nawawi memberikan definisi haji mabrur adalah haji yang buah atau hasilnya tampak jelas pada setiap pelakunya. Buah haji itu tidak lain adalah menguatnya iman dan meningkatnya ibadah, dengan demikian maka keadaan jemaah setelah menunaikan ibadah haji harusnya jauh lebih baik dari sebelumnya.

Syariah Tiga Ciri Haji Mabrur Menurut Rasulullah Kam, 24 Agustus 2017 | 23:03 WIB Ilustrasi ibadah haji. Haji mabrur menurut bahasa adalah haji yang baik atau yang diterima oleh Allah SWT. Sedangkan menurut istilah syar’i, haji mabrur ialah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dengan memperhatikan berbagai syarat, rukun, dan wajib, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muharramat) dengan penuh konsentrasi dan penghayatan semata-mata atas dorongan iman dan mengharap ridha Allah SWT. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW memberikan penjelasan terkait pahala atau balasan bagi jamaah haji yang mendapatkan predikat mabrur.  

 الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ 

Artinya, “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR Bukhari).

Predikat mabrur memang hak prerogatif Allah SWT untuk disematkan kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Tetapi seseorang yang dapat meraih haji mabrur pasti memiliki ciri-ciri tersendiri. Rasulullah SAW juga pernah memberikan kisi-kisi tanda atau ciri-ciri bagi setiap orang yang mendapatkan predikat mabrur hajinya. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya.  

قالوا: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ؟ قال: "إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ 

Artinya, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa itu haji mabrur?’ Rasulullah menjawab, ‘Memberikan makanan dan menebarkan kedamaian.’” Walaupun hadits ini divonis munkar syibhul maudhu’ oleh Abu Hatim dalam kitab Ilal ibn Hatim, tetapi ada riwayat lain yang marfu’ dan memiliki banyak syawahid. Bahkan divonis Shahihul Isnad oleh Al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya, walaupun Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Sebagaimana dikutip Imam Badrudin Al-Aini dalam Umdatul Qari-nya.

سئل النبي ما بر الحج قال إطعام الطعام وطيب الكلام وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه 

Artinya, “Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah kemudian berkata, ‘Memberikan makanan dan santun dalam berkata.’ Al-Hakim berkata bahwa hadits ini sahih sanadnya tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.” Dari dua hadits di atas bahwa sebagian dari tanda mabrurnya haji seseorang ada tiga. Pertama, santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam). Kedua, menebarkan kedamaian (ifsya’us salam). Ketiga, memiliki kepedulian sosial yaitu mengenyangkan orang lapar (ith‘amut tha‘am)


▫️Tanda-tanda Haji Mabrur

HAJI mabrur akan mendapatkan keuntungan yang banyak dari Allah. Salah satu dari keuntungannya adalah jaminan surga. Penyematan gelar haji mabrur sejatinya adalah anugerah dari Allah SWT kepada hamba yang terpilih. Berikut ini adalah ciri-ciri seseorang yang menjadi haji mabrur:

- Santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam)

- Menebarkan kedamaian (ifsya'us salam)

- Mempunyai kepedulian sosial dengan mengenyangkan orang lapar (ith'amut tha'am)


▫️Cara Menjaga Kemabruran Haji

Sesungguhnya bagian tersulit setelah memperoleh haji mabrur adalah mempertahankan kemabruran itu sendiri. Kemabruran haji sangat penting dijaga dan dipelihara sepanjang waktu hidup manusia. menjaga dan memelihara kemabruran haji dapat dilakukan dengan cara : 

meningkatkan kualitas keberagamaan. Baik dalam tataran iman, ibadah, amal saleh, maupun akhlak.

Peningkatan iman diwujudkan dengan menguatnya kesadaran seseorang tentang kebesaran dan keagungan Allah SWT,  dan ibadah kepada sang pencipta. (TAJALLI)

Peningkatan amal saleh diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan keberpihakan orang yang bersangkutan terhadap orang lemah dan kaum dhuafa.

Sedangkan peningkatan moral atau akhlak harus diupayakan melalui dua proses.

 >>> Pertama, TAKHOLLI : menghilangkan dan membersihkan diri dari berbagai sifat dan akhlak yang buruk. 

>>> Dan yang kedua, TAHALLI : menghiasi diri dengan berbagai akhlak yang mulia dan terpuji.

Selasa, 09 Juli 2024

BEKAL TAQWA UNTUK KEHIDUPAN KITA

 

TAQWA : BEKAL TERBAIK DAN UTAMA UNTUK PARA HAMBA

(Sajian refleksi akhir tahun 1445 Hijriyah dan sambut awal tahun 1446 Hijriyah)






Remaja Masjid Nurul Huda Malangan - PHBI 1 Muharrom 1446 H


Alhamdulillaah….. kita sudah memasuki Awal Tahun Baru Islam 1446 Hijriyah. Tahun baru Islam dapat dimaknai sebagai momen kaum muslim untuk meningkatkan keimanan serta ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan datangnya tahun baru, amalan dan tingkah laku umat muslim diharapkan dapat lebih baik daripada sebelumnya. Dalam sebuah hadis dijelaskan meruginya orang-orang yang tidak menjadi lebih baik sebagai berikut:

"Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia [tergolong] orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia [tergolong] orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat [celaka],” (HR Al-Hakim).

Peningkatan keimanan serta ketakwaan tersebut begitu tepat karena waktu yang datang adalah bulan Muharam, salah satu bulan yang diistimewakan Allah Swt. di samping Zulhijah, Zulkaidah, dan Rajab. Allah SWT memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk mencari bekal terbaik dalam mengarungi samudra kehidupan dunia ini :

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ ۝١٩٧

Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat. (Al-Baqarah : 197).


Syaikh 'Ali Ash-Shobuniy dalam Kitab Shofwatut Tafsir mengatakan dan menekankan tentang pentingnya membekali dan mempersenjatai diri dengan taqwa ini :

"Seorang hamba yang benar dalam memaknai dan memahami konsep taqwa tentu ia akan beramal bertindak sesuai koridor taqwa tersebut (sesuai norma agama/ syariat), ia akan berupaya untuk menjaga dirinya dan keluarga keturunannya dari perkara maupun perbuatan yang melanggar koridor taqwa tersebut". 


Salah satu cara meningkatkan iman dan taqwa adalah dengan memahami makna taqwa dulu. Secara umum makna taqwa adalah melakukan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Pada kesempatan kali ini kami ingin mengetengahkan makna taqwa menurut salah satu sahabat Nabi yang cerdas yakni sahabat Ali Ibn Abi Tholib.

Makna taqwa sebagaimana diterangkan oleh Sayyidina Ali Karromallahu wajhah yang dikutip dalam kitab al-Manhajus Sawi, oleh al-allamah al-Muhaqqiq al-Habib Zain bin Ibrahim bin Smith.  Sayyidina Ali membeberkan kepada kita makna taqwa yang terbentang dalam empat hal yaitu;

الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل

Bahwa taqwa adalah takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar al-Qur’an (at-tanzil) dan menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari akhir perlihan (hari akhir).


Pertama; Al-khaufu minal Jalil artinya bahwa taqwa itu akan menjadikan seseorang merasa takut kepada Allah swt yang memiliki sifat Jalal. Takut melanggar berbagai aturan dan ketentuan-Nya. Sehingga apapun yang akan diperbuatnya selalu dipertimbangkan terlebih dahulu. Tangan tidak akan digunakan untuk memungut benda yang bukan miliknya tanpa izin. Kaki tidak digunakan untuk berjalan ke aarah yang salah, demikian juga mata dan telinga tidak akan difungsikan sebagai alat mendurhakai-Nya.

Maka taqwa dalam bingkai Al-khaufu minal Jalil, lebih bernuansa ‘penghindaran dan pencegahan’ dari pada ‘pelaksanaan’. Karena sesungguhnya ‘ketakutan’ itu akan menyebabkan seseorang enggan melakukan tindak kesalahan. Seperti halnya seorang anak kecil yang takut bermain air hujan karena takut kepada orang tuanya.

Kedua; wal ‘amalu bit tanzil, menghindari sesuatu karena takut kesalahan dalam konsep taqwa tidak lantas menjadikan seseorang tidak berbuat apa-apa, karena hal taqwa juga menuntut tindakan baik yang berdasar pada al-Qur’an yang diturunkan (at-tanzil) sebagai pedoman hidup dan dasar bersyariat bagi kaum muslim. Maka segala ‘amal orang yang bertaqwa berdasar pada al-Qur’an, dan mereka tidak akan melakukan sesuatu secara serampangan tanpa adanya dalil yang mendasarinya baik al-Qur’an, Hadits, Ijam’ maupun qiyas.


Ketiga;  al-Qana’atu bil Qalil, artinya orang yang bertaqwa akan selalu merasa cukup dengan rizki yang sedikit, sesungguhnya orang yang memiliki rizqi yang sedikit dan merasa cukup dengan rizqi tesebut adalah bukti sekaligus tanda bahwa orang itu dicintai oleh Allah swt. Sebagaimana yang disabdakan rasulullah saw.

إن الله إذا أحب عبدا رزقه كفافا

Bahwa jika Allah mencintai seorang hamba ia akan memberikan rizki yang pas-pasan kepadanya.

Artinya pas-pasan adalah tidak memiliki kelebihan selain untuk menutupi kebutuhan pokoknya, inilah tanda orang taqwa yang dicintai Allah swt. Oleh karena itu dalam kenyataannya tidak seorangpun hamba yang hidup pas-pasan bertindak secara berlebihan, berhura-hura dan doyan belanja. Karena berbagai macam keglamouran hidup itu sangat dibenci oleh Allah swt. menyebabkan manusia melupakan Tuhannya. Itulah bukti hamba itu dicintai oleh Allah.

Berbeda sekali dengan seorang yang memiliki limpahan harta yang berlebih. Maka di kala waktu luang setan akan segera menghampirinya dan membujuk untuk berbuat hura-hura, jalan-jalan berekreasi ke tepi pantai atau santai santai di menikmati keremangan malam atau malah mencari kesibukan diluar pengetahuan pasangannya. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang sepertin ini.

Maka menjadi amat penting memeperhatikan sabda Rasulullah saw selanjutnya yang berbunyi:

طوبى لمن هدي الإسلام وكان رزقه كفافا ورضي به

Beruntung sekali orang (yang mendapatkan petunjuk)Islam, yang mempunyai rizqi pas-pasan dan rela dengan rizqi (yang pas-pasan) itu.

Ridha atau rela dengan kesedikitan itu menjadi satu sarat tersendiri. Sebagai pertandanya orang tersebut tidak pernah berkeluh-kesah akan keadaanya. Banyak sekali hamba yang merasa cukup dengan rizqi yang diterimanya, saying sekali ia sering keluhan-keluhan. Sesungguhnya hal yang demikian itu mengurangi ketaqwaan.

Dan keempat, al-isti’dadu li yaumir rakhil, adalah bersiap-siap menghadapi hari perpindahan. Perpindahan dari alam dunia ke alam kubur lalu  ea lam akhirat. Artinya segala amal orang yang bertaqwa senantiasa dalam ranga menyiapkan diri akan hadirnya hari kematian. yaitu hari keberangkatan dari alam dunia menuju alam akhirat. Oleh karena itu ketika Rasulullah ditanya “siapakah manusia yang paling cerdas dan paling mulia di hadapan Allah?” beliau menjawab mereka adalah manusia yang

أكثرهم ذكرا للموت وأشدهم إستعدادا له

Manusia yang paling banyak mengingat kematian dan paling semangat mempersiapka diri menghadapinya.

Ini juga merupakan tuntunan praktis bagi umat muslim meningkatkan ketaqwaannya, yaitu selalu mengingat kematian Karena, seorang yang mengingat kematian ia tidak akan mudah terjerumus dalam kubangan dosa.

Sebagai bukti sekaligus buah dari iman dan taqwa, Umat Islam dianjurkan menjalankan berbagai amal saleh di setiap nafas kehidupannya, apalagi di bulan mulia ini, seperti : seperti sholat, bersedekah/ zakat, haji, umroh, berzikir, hingga berpuasa sunah. Dalam sebuah perkataan Abdullah bin Abbas Ra. sewaktu membahas Surat At-taubat ayat 36, disampaikan pahala serta dosa berlipat ganda bagi perbuatan di bulan Muharam sebagai berikut:

“Beribadah dan beramal saleh di bulan-bulan haram dilipatkan gandakan pahalanya oleh Allah Swt. Demikian sebaliknya, bermaksiat dan berbuat dosa di bulan-bulan tersebut digandakan hukumannya”.


Adapun amalan-amalan yang bisa dilakukan di Tahun Baru Islam/ bulan Muharram ini sbb :

    

1. 1. Memperbanyak Puasa Sunnah. Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:

"Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan Allah yang bernama Muharram". (HR. Muslim)

2. Menghidupkan Puasa 'Asyura dan Tasu'a (9-10 Muharram). Rasulullah SAW bersabda:

"Dan puasa di hari 'Asyura saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu." (HR Muslim)

 Nabi juga berpesan dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu 'Abbas: "Berpuasalah kalian pada hari 'Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari." (HR Ahmad, HR Al-Baihaqi)

 Fadhillah melaksanakan puasa 'Asyura adalah menggugurkan dosa selama setahun lalu. Mengenai puasa Tasu'a (9 Muharram) dilakukan sehari sebelum puasa 'Asyura hukumnya pun sunnah. Dari Ibnu Abbas RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila (usia)-ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan". (HR. Muslim)

 

3. 3. Memperbanyak Sedekah. Selain menghidupkan puasa sunnah, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak sedekah. Sedekah pada bulan Muharram menurut Mazhab Maliki sangat dianjurkan. Sementara mahzab lainnya tidak memberikan penekanan khusus, namun tidak memberi larangan untuk mengamalkannya.

 Sebagaimana keutamaan Muharram di mana Allah melipatgandakan pahala setiap amal saleh, maka memperbanyak sedekah termasuk menyantuni anak yatim merupakan amalan yang disukai Allah. Allah berfirman yang artinya:

"Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (sodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261)


Kirab 1 Muharrom Suro 1446 H - Kampung Malangan

Demikian sedikit pengingat di awal tahun baru Hijriyah ini semoga bermanfaat. Aamiin.