Minggu, 15 Februari 2015

KEUTAMAAN SURAH AL-FATIHAH



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Kami Memulai dengan……
keutamaan Surat Al-Fatihah, (MUKADDIMAH AL-QUR’AN)
Untuk Anda Insan Mulia...
Sekarang…, Simaklah dan Resapi…..
Dalam ranah interpretasi al-Qur’an, surah al-Fatihah sering dianggap sebagai mukaddimah al-Qur’an yang bisa memberikan benang merah ajaran al-Qur’an. Dengan memahami kandungan surah al-Fatihah, diharapkan seorang pengkaji al-Qur’an memiliki basis pengetahuan yang kokoh untuk selanjutnya digunakan untuk lebih jauh mengakses makna-makna yang hendak dibangun dan dikembangkan dalam ajaran al-Qur’an.   Alasan yang mendasari asumsi ini adalah bahwa al-Fatihah telah ditetapkan sebagai surah wajib yang harus dibaca setiap kali shalat hendak ditegakkan. Artinya, dalam sehari semalam saja seorang muslim diharapkan membaca al-fatihah sebanyak 17 kali, sesuai jumlah raka’at shalat wajib. Selain itu, Rasulullah sendiri telah menyampaikan sebuah hadits qudsi yang ia riwayatkan dari Allah Swt. tentang keutamaan al-fatihah.

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى   : قَسَمْتُ الصَّلاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ  )) : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (( قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : حَمِدَنِي عَبْدِي .وَإِذَا قَالَ :  ))الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (( قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي .وَإِذَا قَالَ  )) :مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (( قَالَ : مَجَّدَنِي عَبْدِي - وَقَالَ مَرَّةً : فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي .فَإِذَا قَالَ)) : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ(( قَالَ : هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ .فَإِذَا قَالَ : ))اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ(( قَالَ : هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ . رواه مسلم

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt berfirman : Saya membagi shalat (surah al-fatihah) menjadi dua bagian. Keduanya dibagi antara Aku dan hamba-Ku. HambaKu berhak mendapatkan apa yang mereka minta. Jika seorang hamba membaca al-Hamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin, Allah berkata “Hamba-Ku memuji Aku. Jika hamba membaca ar-Rahman ar-Rahim, Allah berkata, “Hamba-Ku mengagungkan diri-Ku. Jika hamba membaca Malik Yaumiddin, maka Allah berkata : sungguh hamba-Ku memuliakan nama-Ku. Manakala seorang hamba membaca : Iyyaka Na’budu Waiyyaka Nas’tain, Allah berkata : ibadah ini adalah hubungan Aku dengan hamba-Ku. Sedang hambak-Ku akan memperoleh apa yang ia minta. Jika hamba membaca : Ihdina Shirathal Mustqqim, Shirathallazina An’amta Alaihim Ghairil Maghdhubi ‘Alaihim Walladdhallin, maka Allah mengatakan : ini bagian hamba-Ku dan mereka akan memperoleh apa yang mereka minta.[1]
Makna hadits di atas memetakan al-Fatihah menjadi tiga kategori utama :
A.  Tauhid yang merupakan hak Allah Swt. Yang terangkum dari basmalah hingga ayat ke-4.
B.  Pembagian hak dan kewajiban antara Allah dan hamba-Nya pada ayat ke-5. Ibadah sebagai hak Allah swt dan merupakan kewajiban hamba. Sedang isti’anah merupakan hak seorang hamba setelah ia menunaikan kewajibannya berupa ibadah. Isti’anah ini telah Allah tetapkan sebagai kewajiban-Nya sendiri.
C.  Isti’anah yang tertera pada ayat ke-5 tersebut mengindikasikan bahwa ayat-ayat setelahnya semuanya masuk dalam kategori hak hamba. Isti’anah yang dimaksud adalah ajaran berupa do’a permintaan yang hendaknya diprioritaskan. Yaitu permintaan hidayah dalam segala keadaan sebelum meminta fasilitas lain yang pada prinsipnya untuk mendukung pelaksanaan ibadah tersebut. Seperti, rumah, kendaraan, status sosial, dll. Karakter hidayah yang diminta adalah hidayah yang telah diterima dengan baik, berupa iman dan amal yang telah dipraktekkan secara paripurna oleh para nabi, shiddiqiin, syuhada dan shalihin. Kesatuan iman dan amal ini disebut hidayah taufiq dalam terminologi syari’ah. Atau pun berdasarkan istilah al-Fatihah sendiri, mereka itu adalah para penempuh jalan yang lurus (shiratal mustaqim), yaitu jalan iman dan amal dengan tingkat konsistensi yang mapan, hingga ajal menjemput mereka. Hidayah yang hanya bisa dinikmati secara sempurna oleh orang-orang tersebut di atas. Adapun selain mereka, hidayah irsyad yang wujudnya berupa petunjuk tertulis dalam al-Qur’an dan Sunnah yang belum teraflikasi dalam kehidupan nyata seseorang. Hidayah yang tidak merasuk ke dalam pikiran dan hati seseorang sehingga berpengaruh pada pola tingkah laku dan pola pikir yang integral dalam kerangka tauhid kepada Allah Swt. Hidayah seperti ini hanya akan menjadi bumerang bagi seluruh manusia, sebagaiman disinyalir oleh Rasulullah Saw dalam sebuah sabdanya, “Al-Qur’an merupakan hujjah yang akan membelamu (apabila engkau wujudkan dalam kehidupan nyata) atau menjadi bumerang manakala Engkau lalai dari petunjuknya”. Tipikal komunitas yang menyimpang dari jalan yang lurus adalah komunitas kaum Yahudi yang berbekal ilmu yang banyak. Hal ini terbukti dengan banyaknya nabi yang diutus kepada mereka. Namun mereka tidak mewujudkannya dalam amal nyata. Bahkan yang mereka lakukan adalah menentang, menyelisihi dan bahkan membunuh nabi-nabi yang diutus. Sedang di fihak lain, komunitas Nasrani sangat rajin beramal dan semangat beribadah, tetapi nihil ilmu sehingga berujung pada kesesatan.

    KEUTAMAAN SURAH AL-FATIHAH
   Surah al-Fatihah memiliki  beberapa keutamaan, di antaranya :
   A.    Pintu langit dibuka ketika diturunkan dan juga sebagai cahaya.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قالبينما جبريل قاعد عند النبي صلى الله عليه وسلم سمع نقيضا من فوقه فرفع رأسه فقال : هذا باب من السماء فتح اليوم ، لم يفتح قط إلا اليوم ، فنزل منه ملك فقال : هذا ملك نزل إلى الأرض ، لم ينزل قط إلا اليوم ، فسلم وقال : أبشر بنورين أوتيتهما ، لم يؤتهما نبي قبلك ؛ فاتحة الكتاب ، وخواتيم سورة البقرة ، لن تقرأ بحرف منهما إلا أعطيته  ..   ]رواه مسلم وصححه الألباني في صحيح الترغيب و الترهيب / 1456 [ ..
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, “Ketika Jibril sedang duduk bersama nabi Saw, ia mendengar suarah gemuruh dari atas, lalu ia melihat ke atas sambil berkata, “itu adalah pintu langit yang terbuka hari ini. Sebalumnya tidak pernah dibuka sama sekali. Lalu turunlah mailkat darinya. Jibril berkata, “inilah salah satumalaikat turun dari langit. Ia sama sekali belum pernah turun ke bumi sebelumnya. Lalu sang malaikat mengucapkan salam kemudian berkata : Bergembiralah dengan dengan dua cahaya yang akan diberikan kepadamu. Keduanya belum pernah sama sekali diberikan kepada seorang nabi pun sebelum Engkau. Yaitu surah al-Fatihah dan penutup surah al-Baqarah….[2]

Sebagai do’a penyembuh penyakit (rukyah).

عن ‏ ‏أبي سعيد الخدري ‏ ‏قال :‏ (( كنا ‏ في مسير لنا فنزلنا فجاءت جارية فقالت إن سيد الحي سليم وإن ‏ ‏نفرنا غيب ‏ ‏فهل منكم ‏ ‏راق ‏ ‏فقام معها ‏ ‏رجل ‏ ‏‏ما كنا ‏نأبنه برقية فرقاه فبرأ فأمر له بثلاثين شاة وسقانا لبنا فلما رجع قلنا له أكنت ‏ تحسن رقية أو كنت ‏ ترقي قال لا ‏ ‏ ما ‏ رقيت إلا ‏ ‏بأم الكتاب ‏ ‏قلنا لا تحدثوا شيئا حتى نأتي أو نسأل النبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏فلما قدمنا ‏ ‏المدينة ‏ ‏ذكرناه للنبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏فقال ‏ وما كان يدريه أنها ‏ ‏رقية ‏ ‏اقسموا واضربوا لي بسهم)) (( .. رواه البخاري ( ..

Dari Abu Said al-Khudri r.a. ia berkata, “Ketika kami melakukan perjalanan jauh, lalu kami singgah di sebuah perkampungan. Lalu tiba-tiba datang seorang budak perempuan sambil berkata,  tetua kampung kami sedang sakit, apakah di antara kalian ada yang bisa ? Lalu salah seorang di antara kami bangkit dan sebelumnya ia tidak memiliki pengalaman mengobati. Ia lalu membacakan baca’an ruqyah padanya hingga tetua kampung tersebut sembuh. (sebagai hadiah) ia diberikan 30 kambing dan kami juga dijamu dengan susu segar. Ketika ia kembali, kami bilang kepadanya, kamu memang bisa meruqyah atau pernah meruqyah ? Dia bilang : saya tidak mengobatinya kecuali dengan bacaan ruqyah surah al-Fatihah.  Kami sarankan padanya agar tidak menceritakan hal ini atau nanti kita tanyakan saja masalah ini kepada Rasulullah Saw. Tatkala kami tiba di Madinah, kami menyampaikan hal itu kepada beliau. Lalu beliau berkata, “Siapa yang mengajarinya bahwa al-Fatihah adalah bagian dari bacaan ruqyah. Kalau begitu, bagi-bagi saja hadiahnya. Jangan lupa untuk saya….[3]



[1] HR Muslim. kitab shahih al-Targib wa al-Tarhib no (1455).
[2] HR Muslim.  kitab shahih al-Targib wa al-Tarhib no (1456).
[3] HR Bukhari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar