BANCAKAN WETON ;
(Syukuran , sedekah peringatan hari lahir)
Hari lahir seseorang dengan pasarannya (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) atau yang lebih sering dikenal dengan nama “Weton” pada umumnya dirasakan biasa-biasa saja oleh kebanyakan orang, terutama orang yang pola pikirnya mengikuti modernisme dan biasa tinggal di kota. Namun weton akan terasa bermakna dan berbeda bagi sebagian orang yang tahu akan makna di balik weton tersebut, dan bagi orang yang mempercayainya (orang jawa pada umumnya). Di desa Malangan, kelurahan Giwangan, kecamatan Umbulharjo Yogyakarta, kepercayaan akan weton tersebut masih ada hingga saat ini. Masyarakat di sana menganggap weton seperti layaknya hari ulang tahun, walau begitu, perayaan / peringatan weton ini tidak identik dengan pesta dan penghambur-hamburan uang yang tiada guna, melainkan diperingati dengan sederhana, khidmat dan tentunya menjunjung tinggi norma setempat dan mengandung nilai-nilai luhur syari'at islam.
Weton dirayakan dalam beberapa bentuk. Di Kampung Malangan, dirayakan/ diperingati dengan mengadakan tasyakuran sederhana dengan membuat menu makanan tradisional yang kemudian nanti di bagi-bagikan kepada tetangga sekitar, yang semacam ini sering dikenal dengan nama “Bancakan”. Adapun makanan tradisional tersebut dibuat dalam berbagai macam bentuk menu, ada yang biasanya membuat “nasi gudangan” (nasi dengan sayur rebusan bayam, kacang panjang, potongan wortel dan bumbu urap) yang diimbuhi dengan sepotong kecil telur rebus dan sebuah pisang. Ada juga yang biasa dengan membuat nasi kuning, ada juga yang membuat bancakan weton dengan membuat jenang / bubur dua warna dua rasa. Menurut bapak Kardi wiyarjo (seorang tokoh masyarakat Malangan dan ahli dalam bidang hitungan penanggalan Jawa), bancakan weton biasa dilakukan dalam memperingati hari lahir / weton anak yang masih usia balita ( 0 - 5 tahun ), seumpama ada anak yang lahirnya Kamis pahing , maka anak tersebut dibancaki setiap hari Kamis Pahing , yakni selama selapan (35 hari) sekali. Jika sudah di atas lima tahun biasanya sudah jarang di rayakan, Bila anak sudah dewasa, weton biasanya dirayakan dengan cara yang berbeda, ada yang dengan mujahadah (dzikir dan munajat), dzikir muhasabah, atau dengan puasa riyadhoh. Ini dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
Bancakan weton ini diadakan bukan dengan dasar yang asal-asalan, namun dengan buah pikir yang berlandas pada nilai syari'at islam (ijtihad). Mengacu pada firman Allah SWT suroh Al-Baqarah ayat 3 :
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ وَيُقِيمُونَ الصَّلاة الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ ....
“Orang Muttaqin (bertaqwa), yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka”
Serta hadis nabi muhammad SAW yang menerangkan tentang fadilah sedekah, bahwa shodaqoh dapat menolak bala, dan mendatangkan kebaikan/ rahmat Allah SWT dan fadilah yang masi banyak lagi, Bahkan nabi Muhammad melaksanakan puasa disetiap hari kelahirannya, yakni puasa senin - kamis. Maka bancakan weton ini merupakan manifestasi riil dari salah satu bentuk shodaqoh dan menghamba. Dengan wasilah bancakan weton ini orang memohon dan berharap kepada Allah SWT agar berkenan mensucikan hartanya, memberinya keselamatan, ketenraman , kebahagiaan hidup, kebarokahan umur orang yang dibancaki, menganugerahkan kenikmatan dan menjauhkan orang yang dibancaki dari segala macam marabahaya.
Dahulu, banyak orang jawa yang merayakan weton dengan membuat bancakan / menu makanan yang kemudian di taruh di sudut-sudut jalan kampung atau di bawah pohon-pohon besar ataupun ditempat yang dianggap angker, ini dikenal dengn nama “sajen / sesaji”. Dalam islam sesaji dihukumi harom , karena merupakan tindakan setan yang mengajak kepada kesesatan / kemusyrikan, sesuai surah Al-Ma'idah ayat 90 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Dengan kedatangan syri'at islam, tradisi jahiliyyah tersebut dirombak oleh para 'ulama tanah Jawa dengan dikemas sedemikian mumkin, dengan tidak meninggalkan esensi dan nilai budaya / tradisi tersebut, maka kemudian lahir sebuah tradisi baru yang merupakan modivikasi dari model tradisi sebelumnya, yang dikenal dengan nama Bancakan Weton ini.
Tulisan ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Islam Budaya Lokal
Fakultas Dakwah da Komunikasi UIN SUKA Yogyakarta tahun 2010