Jumat, 10 November 2017

PENGEMBANGAN SIKAP PEMAAF DALAM BERMASYARAKAT


Pendahuluan

Islam mendorong Muslim untuk memiliki sikap pemaaf. Sifat ini muncul karena keimanan, ketakwaan, pengetahuan dan wawasan mendalam seorang Muslim tentang Islam. Seorang Muslim menyadari bahwa sikap pemaaf menguntungkan, terutama membuat hati lapang dan tidak dendam terhadap orang yang berbuat salah kepadanya, sehingga jiwanya menjadi tenang dan tentram. Dalam bahasa Arab, maaf diungkapkan dengan kata al-'afwu. Kata al-'afwu, berarti terhapus atau menghapus. Jadi, memaafkan mengandung pengertian menghapus luka atau bekas-bekas luka yang terdapat dalam hati. Dengan memaafkan kesalahan orang lain berarti hubungan antara mereka yang bermasalah kembali baik dan harmonis karena luka yang ada di dalam hati mereka, terutama yang memaafkan, telah sembuh.

Apabila ia bukan pemaaf, tentu akan menjadi orang pendendam. Dendam yang tidak terbalas menjadi beban bagi dirinya. Ini penyakit berbahaya karena selalu membawa kegelisahan dan tekanan negatif bagi orang yang bersangkutan. Hanya orang-orang bodoh yang tidak memiliki sikap pemaaf. Sikap pemaaf yang menjadi tradisi Muslim jauh lebih baik dari sedekah yang diberikan dengan diiringi oleh ucapan atau sikap yang menyakitkan bagi orang yang menerimanya. 

Seorang Muslim bukan hanya dituntut memberikan maaf. Ia juga diperintahkan berbuat baik kepada yang pernah berbuat salah kepadanya. Mereka yang mampu berbuat demikian mendapat kedudukan tinggi, pujian dan pahala yang baik dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Suka memberi maaf kepada orang yang berbuat salah merupakan ciri orang bertakwa. Orang yang demikian akan memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya, meskipun yang bersalah tidak pernah minta maaf kepadanya. Sikap pemaaf perlu melekat pada diri Mulsim dan menjadikan akhlak karimahnya sebagai buah iman, takwa dan ibadahnya kepada Allah. Dengan sikap pemaaf, seorang Muslim di cintai Allah dan disenangi manusia. Dengan sikap pemaaf yang dimiliki setiap Muslim akan memperkokoh silaturahim antara sesama kita. 

Ketika kita menikmati keindahan hidup ini dalam batasan-batasan Syariah yang suci, maka itulah kebahagiaan yang sempurna. Allah SWT telah menciptakan taman-taman yang sangat indah, karena Allah SWT memang Maha Indah. Allah SWt menukai keindahan. Maka bacalah tanda-tanda yang menunjukkan ke-Esa-an (Wahdaniyah) dalam penciptaan yang indah ini. Semerbak wewangian, makanan yang mengundang selera dan pemandangan yang indah akan menciptakan kebahagiaan dan keriangan di dalam jiwa.

PEMBAHASAN

 A. Surah Ali 'Imran 133 – 136 dan ayat 159

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ 
133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.(QS. 3:133)

Allah menyuruh supaya kaum muslimin bersegera meminta ampun kepada Nya bila sewaktu-waktu jatuh ke jurang dosa dan maksiat, karena manusia tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Seorang muslim tidak akan mau mengerjakan perbuatan yang dilarang Allah, tetapi kadang-kadang karena kuatnya godaan dan tipu daya setan dia terjerumus juga ke dalam jurang maksiat, kemudian dia sadar akan kesalahannya dan menyesal atas perbuatan itu lalu tobat dan mohon ampun kepada Allah, maka Allah akan mengampuni dosanya itu. Allah adalah Maha Penerima tobat dan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Bila seorang muslim selalu menaati perintah Allah dan Rasul Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan bertobat bila jatuh ke jurang dosa dan maksiat maka Allah akan mengampuni dosanya dan akan memasukkan nanti di akhirat ke dalam surga yang amat luas sebagai balasan atas amal yang telah dikerjakannya di dunia yaitu surga yang disediakan Nya untuk orang yang. bertakwa kepada Nya.

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
134. (Yaitu) orang-orang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. 3:134)

Ayat ini langsung menjelaskan sifat-sifat orang-orang yang bertakwa yaitu:
Pertama: Orang yang selalu menafkahkan hartanya balk dalam keadaan berkecukupan maupun dalam keadaan kesempitan (miskin). Dalam keadaan berkecukupan dan dalam keadaan sempit ia tetap memberi nafkah sesuai dengan kesanggupannya. Bernafkah itu tidak diharuskan dalam jumlah yang tertentu sehingga ada kesempatan bagi si ini skin untuk memberi nafkah. Bersedekah itu boleh saja dengan barang atau uang yang sedikit nilainya. karena itulah kesanggupan yang baru dapat diberikan dan tetap akan memperoleh pahala dari Allah SWT. Diriwayatkan bahwa 'Aisyah Ummul mukminin bahwa dia pernah bersedekah dengan sebiji anggur, dan di antara sahabat-sahabat Nabi ada yang bersedekah dengan sebiji bawang.  Rasulullah saw bersabda:
"اتقوا النار ولو بشق تمرة وردو السائل ولو بظلف محرق"
Artinya: "Peliharalah dirimu dari api neraka meskipun dengan menyedekahkan sepotong karma, dan perkenankanlah permintaan seorang peminta walaupun dengan memberikan sepotong kuku hewan yang dibakar" (HR Ahmad dalam musnadnya)

Bagi orang kaya dan berkelapangan tentulah sedekah dan dermanya harus disesuaikan dengan kesanggupan. Sungguh amat janggal bahkan memalukan bila seorang yang berlimpah-limpah kekayaannya hanya memberikan derma dan sedekah sama banyak-nya dengan pemberian orang ini skin. Ini menunjukkan bahwa kesadaran bernafkah belum tertanam di dalam hatinya.

Sifat kikir yang tertanam dalam hati manusia hendaklah diberantas dengan segala macam cara dan usaha, karena sifat ini adalah musuh masyarakat nomor satu. Tak ada satu umatpun yang dapat maju dan hidup berbahagia kalau sifat kikir ini merajalela pada umat itu. Sifat kikir bertentangan dengan peri kemanusiaan. Oleh sebab itu Allah memerintahkan bernafkah dan menjelaskan bahwa harta yang ditunaikan zakatnya dan didermakan sebagiannya tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Firman Allah SWT :"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah (Q.S Al- Baqarah:276). Imam Gazali menjelaskan sebagai berikut Memerangi suatu sifat yang buruk haruslah dengan membiasakan diri melakukan lawan sifat itu. Jadi kalau orang akan memberantas sifat kikir dalam dirinya hendaklah dia membiasakan berderma dan memberi pertolongan kepada orang lain. Dengan membiasakan diri itu akan hilanglah sifat kikirnya itu dengan berangsur-angsur.

Kedua: Orang-orang yang menahan amarahnya. Biasanya orang yang memperturutkan rasa amarahnya tidak dapat mengendalikan akal pikirannya dan ia akan melakukan tindakan-tindakan kejam dan jahat sehingga apabila sadar dia pasti menyesali tindakan yang dilakukannya itu dan dia akan merasa heran mengapa ia bertindak sejauh itu. 

Pernah Siti Aisyah menjadi marah karena tindakan pembantunya. Tetapi beliau dapat menguasai dirinya, karena sifat takwa yang bersemi dalam dirinya. Beliau berkata: "Alangkah baiknya sifat takwa itu. dia menjadi obat bagi segala kemarahan". Nabi Muhammad saw. bersabda "Orang-orang kuat itu bukanlah yang dapat membanting lawannya tetapi orang yang benar-benar kuat ialah orang yang dapat menahan amarahnya". Allah SWT berfirman  : 

 وإذا ما غضبوا هم يغفرون 
Artinya: Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf' (Q.Sasy Syura: 37)

Ketiga: Orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan kesalahan orang lain sedang kita sanggup membalasnya dengan yang setimpal adalah suatu sifat yang baik yang harus dimiliki oleh setiap muslim yang bertakwa. Mungkin hal ini sulit dipraktekkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi manusia membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi bagi manusia yang sudah tinggi akhlak dan kuat imannya serta telah dipenuhi jiwa, dengan takwa, maka memaafkan kesalahan itu mudah saja baginya.

Mungkin membalas kejahatan dengan kejahatan masih dalam rangka keadilan tetapi harus disadari bahwa membalas kejahatan dengan kejahatan pula tidak dapat membasmi atau melenyapkan kejahatan itu. Mungkin dengan adanya balas membalas itu kejahatan akan meluas dan berkembang. Tetapi bila kejahatan itu dibalas dengan maaf dan sesudah itu diiringi dengan perbuatan yang baik, maka yang melakukan kejahatan itu akan sadar, bahwa dia telah melakukan perbuatan yang sangat buruk dan tidak adil terhadap orang bersih hatinya dan suka berbuat baik. Dengan demikian dia tidak akan melakukannya lagi dan tertutuplah pintu kejahatan itu.

Keempat: Orang-orang yang berbuat baik. Berbuat baik termasuk sifat orang yang bertakwa maka di samping memaafkan kesalahan orang lain hendaklah memaafkan itu diiringi dengan berbuat baik kepada orang yang melakukan kesalahan.

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ 
135.Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa mereka--dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(QS. 3:135)

Kelima: Orang yang mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri kemudian mereka segera meminta ampun kepada Allah dan tidak mengulangi lagi perbuatan itu. Para muffassirin membedakan antara perbuatan keji (fahisyah) dengan menganiaya diri sendiri (Zulm). Mereka mengatakan perbuatan keji ialah perbuatan yang bahayanya tidak saja menimpa orang yang berbuat dosa tetapi juga menimpa orang lain dan masyarakat. Dan menganiaya diri sendiri ialah berbuat dosa yang bahayanya terbatas pada orang yang mengerjakan saja. Contoh perbuatan keji seperti berzina, berjudi, memfitnah dan sebagainya, perbuatan menganiaya diri sendiri seperti memakan makanan yang haram, memboroskan harta benda, menyia-nyiakannya dan sebagainya. Bila seorang muslim melakukan perbuatan dosa, tentunya segera neneohon ampun, nenohon ampun kepada Allah bukan sekadar mengucapkan kalimat "Aku memohon kepada Allah". tetapi harus disertai dengan penyesalan serta janji kepada diri sendiri tidak akan mengerjakan dosa itu lagi. Inilah yang dinamakan tobat nasuha yang diterima oleh Allah.

ولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
  136. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.(QS. 3:136)

Demikianlah lima sifat di antara sifat-sifat orang yang bertakwa kepada Allah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Setiap muslim hendaknya berusaha agar terwujud di dalam dirinya kelima sifat itu dengan sempurna karena dengan memiliki sifat-sifat itu dia akan menjadi muslim sejati yang dapat memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan dapat pula memberi manfaat kepada orang lain dan kepada masyarakat, nusa dan bangsanya. Orang-orang yang memiliki sifat-sifat itu akan dibalasi Allah dengan mengampuni dosanya dan menempatkannya di akhirat kelak di dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya dan memang itulah ganjaran yang sebaik-baiknya bagi setiap orang yang beramal dan berusaha untuk memperbaiki dirinya, masyarakat dan umatnya.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِين
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(QS. 3:159)

Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin pada peperangan Uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita kekalahan, tetapi beliau tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap yang melanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan untuk mereka ampunan di Allah SWT. Andaikata Nabi Muhammad saw bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan din dan beliau. Di samping itu Nabi Muhammad saw selalu bermusyawarah dengan mereka dengan segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum mukmin bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.

Di samping itu Nabi Muhammad saw selalu bermusyawarah dengan mereka dengan segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum muslimin patuh melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakkal sepenuh kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.

B. Tafsir surah Al-A'raf ayat 199 – 200


خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ199. Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(QS. 7:199)

Dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan Rasul-Nya (khususnya) dan kita pada ununmya, agar berpegang teguh pada prinsip umum tentang moral dan hukum.

1. Sikap Pemaaf

Allah swt. menyuruh Rasul-Nya agar beliau memaafkan perbuatan, tingkah laku dan akhlak manusia dan janganlah  meminta dari manusia apa yang sangat sukar bagi mereka sehingga lari dari agama. Termasuk prinsip agama, mudahkanlah, menjauhkan kesukaran dan segala halnya dalam bidang budi pekerti manusia yang banyak dipengaruhi lingkungannya. Bahkan banyak riwayat menyatakan bahwa yang dikehendaki pemaafan di sini ialah pemaafan dalam bidang akhlak atau budi pekerti.
Berkata Rasulullah sehubungan dengan ayat ini:

ما هذا يا جبريل؟ قال: إن الله أمرك أن تعفو عمن ظلمك وتعطي من حرمك وتصل من قطعك
Artinya: "Apakah ini ya Jibril ?" Jawab Jibril: "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu agar memaafkan orang yang berbuat aniaya terhadapmu, memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu dan menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya."(HR Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim, dari Ibnu Umaimah dari bapaknya)

2. Menyuruh manusia berbuat makruf.

Makruf adalah adat kebiasaan masyarakat yang baik yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Dalam Alquran kata "makruf" dipergunakan dalam hubungan hukum-hukum yang penting, seperti dalam hukum pemerintahan, hukum perkawinan. Dalam pengertian kemasyarakatan kata "makruf" dipergunakan dalam arti adat kebiasaan dan muamalat dalam suatu masyarakat. Karena itu ia berbeda-beda sesuai dengan perbedaan bangsa, negara dan waktu. Di antara para sarjana memberikan definisi "makruf" dengan apa yang dipandang baik melakukannya menurut tabiat manusia yang murni tidak berlawanan dengan akal pikiran yang sehat. Bagi kaum muslimin yang pokok ialah berpegang teguh pada nas-nas yang kuat dari Alquran dan sunah. Kemudian mengindahkan adat kebiasaan dan norma yang hidup dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan nas agama secara jelas.

3. Menjauhkan diri dari orang-orang yang jahil.

Yang dimaksud dengan orang jahil ialah orang yang selalu bersikap kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap Nabi dan tidak dapat disadarkan. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menghindarkan diri dari orang-orang jahil tidak melayani mereka dan tidak membalas kekerasan mereka dengan kekerasan pula.

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ 
200. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 7:200)

Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan tentang kemungkinan Nabi Muhammad saw. digoda setan lalu dia tidak dapat melaksanakan prinsip di atas. Oleh karena itu Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar selalu memohonkan perlindungan kepada Allah swt. jika godaan setan datang dengan membaca "ta`awuz". Allah swt. Maha Mendengar segala permohonan yang diucapkan dan Maha Mengetahui apa yang dalam jiwa seseorang yang dapat mendorong dia berbuat kejahatan atau kesalahan. Jika doa itu dibaca orang yang tergoda itu dengan hati yang ikhlas dan penghambaan diri yang tulus kepada Allah swt. maka Allah swt. akan mengusir setan dari dirinya, serta akan melindungi dari godaan setan itu. Sabda Rasulullah saw.:

ما منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الجن قالوا: وإياك يا رسول الله قال: وإياي إلا أن الله أعانني عليه وأسلم منه
Artinya: Tidak seorang pun di antara kamu sekalian melainkan didampingi temannya dari jenis jin. Berkatalah para sahabat: "Kamu juga hai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Juga. Hanya Allah menolong aku menghadapinya maka selamatlah aku daripadanya." (H.R Muslim dari 'Aisyah ra dan Ibnu Mas'ud).

Meskipun dalam ayat ini diperintahkan kepada Rasul, namun maksudnya ialah meliputi keseluruhan dari umatnya yang ada di dunia.


______________________

Oleh : Iin Sholihin 
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir II
Dosen Pengampu: Ibu Dra. Anisa Indriani, M.Si

Jurusan
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA